goresan hidup seorang biduan

Selasa, 23 Maret 2010

Hati-Hati, Tahu Mengandung Formalin

Semua orang pasti mengenal dan menyukai tahu, salah satu jenis panganan
murah dan enak yang banyak dijual di mana-mana. Tapi, dibalik rasa enak itu, ternyata tahu
menyimpan risiko besar, karena diduga mengandung zat formalin di dalamnya.
Tahu merupakan pangan yang populer di masyarakat Indonesia walaupun asalnya dari China.
Kepopuleran tahu tidak hanya terbatas karena rasanya enak, tetapi juga mudah untuk
membuatnya dan dapat diolah menjadi berbagai bentuk masakan serta harganya murah.
Selain itu, tahu merupakan salah satu makanan yang menyehatkan karena kandungan
proteinnya yang tinggi serta mutunya setara dengan mutu protein hewani.
Hal ini bisa dilihat dari nilai NPU (net protein utility) tahu yang mencerminkan banyaknya
protein yang dapat dimanfaatkan tubuh, yaitu sekitar 65 persen, di samping mempunyai daya
cerna tinggi sekitar 85-98 persen. Oleh karena itu, tahu dapat dikonsumsi oleh segala lapisan
masyarakat. Tahu juga mengandung zat gizi yang penting lainnya, seperti kemak, vitamin,
dan mineral dalam jumlah yang cukup tinggi.
Selain memiliki kelebihan, tahu juga mempunyai kelemahan, yaitu kandungan airnya yang
tinggi sehingga mudah rusak karena mudah ditumbuhi mikroba. Untuk memperpanjang masa
simpan, kebanyakan industri tahu yang ada di Indonesia menambahkan pengawet. Bahan
pengawet yang ditambahkan tidak terbatas pada pengawet yang diizinkan, tetapi banyak
pengusaha yang nakal dengan menambahkan formalin.
Selain itu, banyak juga menambahkan pewarna methanyl yellow. Formalin dan metahnyl
yellow merupakan bahan tambahan pangan (BTP) yang dilarang penggunaannya dalam
makanan menurut peraturan Menteri Kesehatan (Menkes) Nomor 1168/Menkes/PER/X/1999.
Formalin adalah nama dagang larutan formaldehid dalam air dengan kadar 30-40 persen. Di
pasaran, formalin dapat diperoleh dalam bentuk sudah diencerkan, yaitu dengan kadar
formaldehidnya 40, 30, 20 dan 10 persen serta dalam bentuk tablet yang beratnya masing-
masing sekitar 5 gram.
Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika
kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di
dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan
keracunan pada tubuh.
Selain itu, kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi lambung,
alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen (menyebabkan
perubahan fungsi sel/jaringan), serta orang yang mengonsumsinya akan muntah, diare
bercampur darah, kencing bercampur darah, dan kematian yang disebabkan adanya
kegagalan peredaran darah. Formalin bila menguap di udara, berupa gas yang tidak berwarna,
dengan bau yang tajam menyesakkan, sehingga merangsang hidung, tenggorokan, dan mata.
Pewarna makanan merupakan bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki penampakan
makanan. Penambahan bahan pewarna makanan mempunyai beberapa tujuan, di antaranya
adalah memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan dan menstabilkan warna,
serta menutupi perubahan warna akibat proses pengolahan dan penyimpanan.
Secara garis besar pewarna dibedakan menjadi dua, yaitu pewarna alami dan sintetik.
Pewarna alami yang dikenal di antaranya adalah daun suji (warna hijau), daun jambu/daun
jati (warna merah), dan kunyit untuk pewarna kuning.
Kelemahan pewarna alami ini adalah warnanya yang tidak homogen dan ketersediaannya
yang terbatas, sedangkan kelebihannya adalah pewarna ini aman untuk dikonsumsi.
Jenis yang lain adalah pewarna sintetik. Pewarna jenis ini mempunyai kelebihan, yaitu
warnanya homogen dan penggunaannya sangat efisien karena hanya memerlukan jumlah
yang sangat sedikit. Akan tetapi, kekurangannya adalah jika pada saat proses terkontaminasi
logam berat, pewarna jenis ini akan berbahaya.
Selain itu, khusus untuk makanan dikenal pewarna khusus makanan (food grade). Padahal, di
Indonesia, terutama industri kecil dan industri rumah tangga, makanan masih sangat banyak
menggunakan pewarna nonmakanan (pewarna untuk pembuatan cat dan tekstil). Penelitian
yang dilakukan oleh Mena (1994) menemukan bahwa tahu yang beredar di pasar tradisional
Jakarta 70 persen mengandung formalin dengan kadar 4.08-85.69 ppm (part per million).
Penelitian Tresniani (2003) di Kota Tangerang menunjukkan terdapat 20 industri tahu yang
terdiri dari 11 industri tahu kuning dan sembilan industri memproduksi tahu putih. Kandungan
formalin tahu berkisar dari 2-666 ppm, sedangkan kandungan methanyl yellow-nya hanya
terdapat pada tiga jenis tahu yang semuanya diperoleh dari pasar, yaitu berkisar antara 3.41-
10.25 ppm.
Penelitian yang lain dilakukan oleh Melawati (2004) terhadap lima sampel tahu Sumedang
yang diambil langsung dari produsen tahu yang terletak di Jalan Mayor Abdurrahman (tiga
pabrik) dan Jalan 11 April (dua pabrik) semuanya menunjukkan hasil negatif atau semuanya
tidak mengandung formalin. Hal ini bisa dimengerti karena produsen tidak perlu
menambahkan pengawet karena tahu yang diproduksinya habis hanya dalam tempo satu hari.
Tahu kalau tidak diawetkan hanya tahan disimpan selama dua hari bila direndam dalam air
sumur atau air keran yang bersih.
Beberapa cara pengawetan yang biasa dilakukan adalah, a. Tahu direbus selama 30 hari lalu
direndam dalam air yang telah dimasak, daya simpannya bisa menjadi 4 hari. b. Tahu direbus,
lalu dibungkus plastik dan disimpan di kulkas,memiliki daya tahan 8 hari. c. Tahu diawetkan
dengan cara direndam natrium benzoat 1000ppm selama 24 jam dapat mempertahankan
kesegaran selama tiga hari pada suhu kamar.
d. Tahu direndam dalam vitamin C 0.05 persen selama 4 jam, dapat mempertahankan tahu
selama 2 hari pada suhu kamar.
e. Tahu direndam dalam asam sitrat 0,05 persen selama 8 jam akan segar selama 2 hari pada
suhu kamar.
Tahu yang mengandung formalin dapat ditandai dengan, a. Semakin tinggi kandungan
formalin, maka tercium bau obat yang semakin menyengat; sedangkan tahu tidak berformalin
akan tercium bau protein kedelai yang khas; b. Tahu yang berformalin mempunyai sifat
membal (jika ditekan terasa sangat kenyal), sedangkan tahu tak berformalin jika ditekan akan
hancur;
c. Tahu berformalin akan tahan lama, sedangkan yang tak berformalin paling hanya tahan
satu dua hari. d. Tahu yang memakai pewarna buatan dapat ditandai dengan cara melihat
penampakannya. Jika tahu memakai pewarna buatan, warnanya sangat homogen/seragam
dan penampakan mengilap.
Sedangkan jika memakai pewarna kunyit, warnanya cenderung lebih buram (tidak cerah). Jika
kita potong tahunya, maka akan kelihatan bagian dalamnya warnanya tidak
homogen/seragam. Bahkan, ada sebagian masih berwarna putih (to/kmp)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar